rupanya akan terus dikembangkan Telkomsel, ke daerah luar Jawa sekalipun. Namun saat ini kesepakatan kerja sama dengan berbagai pihak, baik perbankan maupun merchant, masih terbuka lebar.
"T-Cash akan terus kami kembangkan. Bahkan di daerah seperti Aceh sekalipun. Namun saat ini kami masih menggodok peluang kerja sama dengan berbagai pihak. Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah bisa diimplementasikan," ujar Direktur Utama Kiskenda Suriahardja usai peresmian Grapari di Aceh beberapa waktu lalu.
Menurut Kiskenda, saat ini Telkomsel sudah menjalin kerja sama dengan beberapa merchant yang dapat menerima T-Cash sebagai alat pembayaran seperti Fuji Image Plaza sebagai perusahaan penyedia layanan jasa cuci cetak foto, Indomaret sebagai perusahaan penjualan retail franchise yang cabangnya tersebar di seluruh Indonesia, Pesan Delivery sebagai penyedia jasa antar, dan institusi pendidikan seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) yang akan menggunakan T-Cash sebagai alat pembayaran untuk pembelian konten akademik digital seperti jurnal, silabus, hasil riset dan lainnya.
Implementasi T-Cash merupakan langkah maju dalam era pembayaran, khususnya yang menyangkut micropayment. Meskipun sebagian pihak perbankan memperkirakan sekira 77 persen transaksi di Indonesia masih menggunakan cara konvensional atau cash, namun ini merupakan indikasi pasar transaksi elektronik yang masih memiliki peluang besar untuk tumbuh.
"Selain pasarnya yang masih luas, transaksi elektronik dinilai cukup efisien untuk digunakan sebagai media transaksi yang sifatnya recehan (menggunakan nominal kecil). Hal ini dikarenakan mahalnya produksi mata uang, apalagi mata uang koin. Lagipula uang receh memiliki kecenderungan hilang yang cukup besar," ujar Budi Gunadi Sadikin yang saat ini masih menjabat sebagai Direktur Mikro dan retail Banking Bank Mandiri. Bahkan, menurut Gunadi, transaksi recehan yang berada di bawah kisaran Rp100.000 saat ini mencapai 113 triliun transaksi setiap tahunnya.
Belum lagi peraturan Bank Indonesia (BI), selaku regulator, yang mulai memperbolehkan penggunaan media elektronik untuk proses transaksi di bawah Rp1 juta sehingga menjadi tolok ukur dukungan pemerintah dalam implementasi layanan uang elektronik. Telkomsel sendiri telah mendapat ijin dari BI untuk melaksanakan transaksi secara elektronik ini sejak awal 2007 lalu, tepatnya 19 Januari 2007.
Menurut Deputi Senior BI Miranda Goeltom dalam sambutan pembukaan The Asia Pacific Conference and Exhibition (Apconex) di Jakarta beberapa waktu lalu, Indonesia dinyatakan sudah siap menuju masyarakat less cash. Bahkan beliau menambahkan dengan penjabaran tiga indikator yang membuktikan pernyataannya tersebut.
Pertama adalah survei yang menunjukkan bahwa 71 persen nasabah perbankan telah familiar menggunakan instrumen pembayaran non tunai, seperti Cek, Bilyet Giro, kartu ATM, Kartu Debit, Kartu Kredit dan instrumen pembayaran secara elektronik lainnya. Selanjutnya adalah kesiapan kalangan perbankan yang sudah mulai marak mengembangkan berbagai instrumen pembayaran non tunai.
"Yang paling baru adalah pengembangan uang elektronik sebagai pengganti uang tunai untuk pembayaran ritel, seperti untuk transportasi, pembelanjaan ke supermarket, pembayaran tol, pom bensin dan segmen pembayaran lain yang selama ini masih didominasi dengan pembayaran menggunakan uang tunai," papar Miranda kala itu.
Dan yang terakhir adalah mulai maraknya industri nonperbankan yang mulai masuk dalam pengembangan e-money seperti perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang memang secara infrastruktur sangat siap untuk mengembangkan uang elektronik ini.
Perubahan Perilaku Transaksi di Era Less Cash
Perkembangan teknologi yang semakin cepat juga mendorong adanya perubahan perilaku secara besar-besaran. Hal yang sama juga terjadi pada transaksi pembayaran yang mengalami pergeseran dari penggunaan dana tunai menjadi dana nontunai atau menggunakan media elektronik.
Menurut para pengamat perbankan dan telekomunikasi, proses transaksi elektronik dengan mengunakan ponsel dinilai lebih efektif karena sifatnya yang sangat personal, mengingat hampir semua masyarakat di Indonesia telah memiliki ponsel. Hal ini pun dapat mengakibatkan pertumbuhan transaksi elektronik yang lebih cepat dibanding mobile banking. Dengan kata lain operator berfungsi sebagai media penyedia infrastruktur, sedangkan pihak perbankan tetap berfungsi sebagai media penyimpanan uang tunai seperti sebagaimana mestinya.
Jumlah pengguna seluler, yang saat ini telah mencapai lebih dari 100 juta orang atau hampir setengah dari jumlah populasi di Indonesia, diyakini masih jauh lebih besar dibanding nasabah perbankan. Hal ini mengakibatkan prediksi pasar yang cukup luas dan masih terbuka lebar. Belum lagi proses transaksi perbankan yang sudah mulai terintegrasi di ponsel dan internet secara bertahap. Bahkan jumlah calon pengguna potensial pun masih jauh lebih banyak dibanding para pengguna ponsel dan nasabah perbankan.
Dari sisi masyarakat maupun pelaku industri, penggunaan uang elektronik ini tentunya semakin memudahkan dalam melakukan transaksi, mengurangi biaya handling uang tunai dan di satu sisi mengurangi risiko keamanan apabila membawa uang tunai dalam jumlah banyak. Disinyalir, penggunaan uang cash saat ini rawan akan pemalsuan dan pencurian oleh karena itu masyarakat harus membiasakan diri menggunakan instrumen nontunai.
Kebanyakan pengamat perbankan menekankan perlunya kerjasama antar penyelenggara untuk bersama-sama mengembangkan uang elektronik sesuai koridor yang telah digariskan dalam ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia. Yang terutama adalah untuk menciptakan efisiensi nasional melalui standarisasi platform pembayaran sehingga antar penyelenggara bisa saling interoperabel. Pada gilirannya kondisi tersebut akan mengurangi biaya ekonomi secara nasional. Selain itu tentunya aspek perlindungan nasabahnya harus menjadi concern utama dalam setiap pengembangan instrumen nontunai tersebut.
Diharapkan perkembangan penggunaan instrumen nontunai ini dapat mendukung aktivitas ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Edukasi Masyarakat Memiliki Peranan Penting
Namun sayangnya edukasi kepada masyarakat memiliki peranan yang cukup penting mengingat masih banyaknya masyarakat yang lebih memilih transaksi tunai ketimbang elektronik. Hal ini dikarenakan rasa tidak percaya masyarakat terhadap keamanan transaksi elektronik dan lebih kepada perubahan perilaku transaksi masyarakat sehari-hari.
Awareness masyarakat terhadap transaksi elektronik bisa ditumbuhkan lebih cepat ketimbang menumbuhkan awareness penggunaan mobile banking. Bahkan beberapa pengamat memprediksi program awareness ini akan akan membutuhkan waktu tidak kurang dari 7 tahun. Pasalnya program edukasi mobile banking telah dilakukan selama waktu itu sehingga tidak akan sulit untuk melakukan program edukasi untuk teknologi turunannya, yaitu elektronik money (T-Cash).
Diharapkan edukasi ini tidak hanya berkutat pada masalah proses transaksi tapi juga pemahaman yang jelas mengenai keamanan transaksi. Begitu juga dengan edukasi mengenai platform yang jelas tentang interoperabilitas tiap-tiap perangkat sehingga kenyamanan dan kemudahan transaksi semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak.Telkomsel sendiri saat ini masih menggunakan jasa teknologi dari Finnet sebagai switching provider untuk settlement dan rekonsiliasi pembayaran.
Nantinya bukan hal yang mustahil jika pengguna transaksi elektronik akan terus meningkat seiring dengan semakin luasnya penetrasi pengguna ponsel di Indonesia
Download Lagu -
Online Blog